Creative Problem Solving: Divergent and Convergent Thinking, Everyone’s ‘Nice-to-Have’ skill

Reni Okta Nia
5 min readMay 10, 2020

--

Designed by rawpixel.com

Artikel ini berisi pemahaman pribadi tentang bagaimana seharusnya kita mengolah suatu masalah dengan konsep berpikir yang ideal. Artikel ini tidak terbatas untuk bacaan para UXers (Designer,Researcher), karena disini saya mencoba untuk ‘berbagi’ sedikit cara mengolah masalah ala Researcher yang juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan di jenis pekerjaan non-UX.

Chill.. bahasa nya sudah saya buat se-umum mungkin, biar lebih mudah dipahami :)

Kalau kalian malas baca semuanya (walaupun cuma 5 menit sih), kalian bisa baca bagian kesimpulan di 2 paragraf akhir yaa.. Happy Reading Creative Buddies!

Okay, pertama-tama agar lebih mudah dipahami, saya akan analogikan konsep problem solving dengan permisalan berikut.

Bayangkan, saat ini Anda sangat concern dengan masalah efisiensi bensin mobil Anda untuk perjalanan pergi-pulang kantor. Setelah Anda hitung-hitung lagi, ternyata hampir 50% bensin habis karena AC menyala selama perjalanan, apalagi Anda bisa menghabiskan waktu berjam-jam di jalan. Saat menghadapi masalah ini, kira-kira solusi apa yang terpikirkan? Jika hanya fokus pada efisiensi bahan bakar, kira-kira solusi apa yang akan Anda pilih, apakah Anda ingin mengumpulkan segala alternatif agar Anda bisa lebih efisien dalam menggunakan bahan bakar kedepannya? atau Anda sudah memiliki opsi kendaraan yang paling pas untuk kebutuhan Anda saat ini, dan berniat untuk membeli satu yang terbaik dari wishlist Anda?

Created by studiogstock

Ketika kita dihadapkan oleh beberapa opsi sebagai solusi, kenyatanyaannya kita pasti juga punya banyak pertimbangan, terkadang semua nya serba salah; Banyak solusi tapi penuh pertimbangan, disaat yang bersamaan kita sangat butuh solusi yang paling menjawab masalah kita. Lalu apakah kita harus selalu menjawab dengan hanya fokus pada satu solusi saja? Bagaimana jika kita punya banyak pertimbangan yang pada akhirnya menghasilkan banyak alternatif solusi lain?

Terkadang semua nya serba salah; Banyak solusi tapi penuh pertimbangan, disaat yang bersamaan kita sangat butuh solusi yang paling menjawab masalah kita.

Sebelum kita bahas jawabannya, saya ingin sedikit cerita tentang konsep Creative Problem Solving. Banyak pekerjaan yang menuntut kita untuk selalu berpikir creative dalam merumuskan masalah dan solusi. Misalnya jika kalian seorang Researcher, kalian akan dituntut untuk selalu melakukan sintesis dari masalah-masalah yang ditemukan di lapangan. Metode-metode yang saya gunakan tidak jauh-jauh dari konsep Double Diamond (by British Design Council) yang commonly digunakan sebagai acuan proses disain produk digital. Nah disini saya akan ilustrasikan masalah mobil diatas kedalam Double Diamond, agar lebih paham konteks nya.

Contoh kerangka berpikir Double Diamond

Jika kita lihat di Double Diamond diatas, kita bisa melihat 2 proses besar dalam mencari sebuah solusi, yaitu Diverging dan Converging.

Diverging I adalah fase dimana kita menemukan masalah (Pain points)dan mengumpulkan penyebab (Root-cause) dan efek nya (Effect). Dalam kasus ‘mobil boros bensin’ ini, akar permasalahannya yaitu sebagian besar penggunaan bensin habis karena AC dan spesifikasi mobil yang hanya 15 MPG, efek nya adalah pemilik mobil akan bolak-balik isi bensin melulu.

Converging I adalah fase dimana kita sudah menyimpulkan dan tau fokus masalah nya (Insight & Point of View) yaitu penggunaan bensin yang tidak efisien. Lalu kita merumuskan pertanyaan (How Might We), bagaimana agar pemilik mobil bisa lebih efisien dalam hal bensin?

Diverging II adalah fase dimana kita sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaan di fase Convirging I: Bagaimana agar lebih efisien dalam hal bensin? Beberapa contoh alternatif yang dapat menjawab pertanyaan ini yaitu:

  • Mengurangi penggunaan AC selama perjalanan
  • Pindah ke rumah yang dekat kantor, agar tidak harus berlama-lama di jalan.
  • Beli mobil baru dengan expend muatan tangki nya yaitu 30 MPG

Di fase ini, biasanya sesekali kita pernah berpikir ide-ide gila, kreatif bahkan sampai yang high risk, contoh nya seperti ide pindah rumah, yang mungkin akan sulit dilakukan, tapi bisa saja solutif. Dalam proses berpikir kreatif, ide-ide gila seperti ini sering ‘dihalal’ kan, bahkan kita dituntut untuk lebih open-minded, karena kita sedang menggali semua opportunity yang bisa jadi solusi walaupun terdengar sedikit ‘gila’.

Semua ide sudah kita list, namun kita perlu melakukan evaluasi dan menimbang-nimbang lagi, solusi apa yang paling cocok menjawab masalah kita . Nah pertimbangan-pertimbangan inilah yang akan mempertajam fokus solusi kita.

Dalam proses berpikir kreatif, ide-ide gila seperti ini sering ‘dihalal’ kan, bahkan kita dituntut untuk lebih open-minded, karena kita sedang menggali semua opportunity yang bisa jadi solusi walaupun terdengar sedikit ‘gila’.

Converging II adalah fase dimana kita sudah membuat satu fokus solusi yang benar-benar ingin kita kerjakan dan sudah mendapatkan win-win solution dari semua pertimbangan yang ada, dalam kasus ini yaitu : Membeli mobil baru dengan kapasitas tangki 30 MPG dan merencanakan untuk mengurangi penggunaan AC sesuai kebutuhan ketika sudah menggunakan mobil baru.

Kesimpulan

Dari permisalan yang saya jabarkan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam memecahkan masalah secara kreatif, menurut Joy Paul Guilfor, kita perlu melibatkan dua konsep berpikir yaitu Divergent Thinking dan Convergent Thinking. Divergent Thinking adalah proses dimana kita berpikir terbuka dengan semua peluang dan solusi (termasuk informasi yang didapat), dari ide gila, beresiko, kreatif, semuanya ditampung dan dianggap bisa menjawab permasalahan. Convergent Thinking adalah proses kita mulai menyusun dan menganalisa semua solusi, agar lebih terstruktur, well-organized, fokus bin tepat sasaran.

Ternyata Divergent dan Convergent tidak hanya digunakan untuk menentukan solusi, namun juga menentukan masalah. Yes, masalah.

Saya mencoba menghubungkan konsep ini dengan pekerjaan saya sebagai researcher, ternyata Divergent dan Convergent Thinking tidak hanya digunakan untuk menetukan solusi, namun juga menentukan masalah. Yes, masalah. Kenyataannya, tidak jarang kita keliru menentukan “What’s the problem?’ Sejatinya nih ya, yang kita anggap masalah belum tentu juga masalah orang lain (a.k.a user/customer/client/stakeholder/sejawad etc). Yagak? Jika masalah saja tidak bisa kita definisikan diawal, bagaimana bisa kita menentukan solusi nya?

Proses Diverging diawal riset, itu sangat membantu saya untuk mengumpulkan semua informasi (pain problem,knowledge) secara open-ended sebelum kita merumuskan masalah nya itu sendiri (Synthesis). In the end, kita lebih mudah menghasilkan banyak alternatif solusi berdasarkan fakta masalah (data-driven)

Silahkan tinggalkan komentar dibawah ini, jika ada hal-hal yang ingin didiskusikan lebih dalam ataupun jika ingin sharing ide yang lebih Epic lagi, Am very welcome :)

Peace Out.

Referensi:

TED x Talks (Convergent-divergent: Kathryn Kaminski)

TED x Talks (The Case for Divergent Thinking | Elif Akcali)

--

--

Reni Okta Nia
Reni Okta Nia

Written by Reni Okta Nia

Digital Product Guy | Researcher | Passionately curious in anything

No responses yet