Untold Story behind Redesigning E-Gov Website: jabarprov.go.id

Reni Okta Nia
6 min readOct 11, 2019

--

Selama mengikuti challenge design UI/UX Jabarprov.go.id, ada beberapa cerita menarik kami yang bisa jadi pembelajaran bersama. Dari proses gaining insight hingga prototype testing, kami banyak dapat pengalaman baru tentang content point website pemerintahan. Di project ini , saya berkolaborasi dengan Rahmat Heruka (Heru) sebagai UI/UX Designer, saya sendiri sebagai UX Researcher dan Pramasandy Evan sebagai Illustrator. Untuk proses redesigning pastinya tidak jauh-jauh dari proses Discover-Design-Evaluate. Namun ternyata UX proses tidak selamanya ideal seperti slogan prinsipal UX: “Bring user into product”. Disini kami akan breakdown lagi tantangan apa saja yang kami hadapi saat melakukan redesign. Berikut adalah timespan pengerjaan redesign e-gov:

Timespan Redesign
  1. UX Troubleshooting

Ketika pertama kali membuka website jabarprov. go.id, first impession saya adalah “terlalu banyak konten”, sehingga obstacle pertama jatuh pada content prioritizing dan content organizing nya. Setelah “mengkorek” habis seluruh page berdasarkan site map, disimpulkan lah bahwa konten utama website ini yaitu Berita, Layanan Umum dan Profil Pemerintahan. Jadilah kami menyusun information architecture nya berdasarkan tiga konten utama tersebut.

Homepage before redesign Jabarprov.go.id

Ada beberapa pain points yang kami temukan diwebsite ini:

  • Homepage terlalu banyak distraksi dengan gambar dan ukuran banner yang terlalu besar
  • Pengkategorian konten berita yang masih belum spesifik
  • Konten berita terlalu mendominasi sehingga memberikan kesan pertama bahwa ini merupakan website portal berita.
  • Antara porsi layout antar konten tidak terbagi dengan rata, sehingga terkesan tata letak konten yang kurang simetris
  • Navigasi yang membingungkan dan tidak scrollable
  • Konten info penting tidak diletakan pada layout yang mudah dilihat
Problem Card Sorting

2. Validasi

Saat melakukan validasi, kami dilema untuk menentukan metode yang paling tepat untuk mendapatkan insight dari user. Beberapa hal yang kami pertimbangkan adalah:

  • Tujuan website, apakah website akan dibuat profitable atau tidak?
  • Target pengunjung website: Bagaimana segmentasi pengunjung website?
  • Apakah konten website hanya untuk pengunjung website yang berdomisili di wilayah Jawa Barat saja?
  • Bagaimana mendapatkan user yang representative berdasarkan segmentasi visitor di Google Analytic?
  • Apakah data yang dihasilkan valid jika kami melakukan validasi pada user yang tidak berdomisili di wilayah Jawa Barat.
  • Bagaimana relasi informasi yang disediakan Jawa Barat dengan kebutuhan masyarakat Jabar ataupun non-Jabar dari berbagai aspek, termasuk bisnis?

Dari hasil diskusi yang panjang, dengan mempertimbangkan waktu dan akses ke user, kami memutuskan untuk menggunakan metode kuisioner (survey) dengan pengolahan data secara kuantitatif. Tujuannya adalah untuk mendapatkan jangkauan participant yang lebih luas. Data yang kami kumpulkan adalah data demografis, latar belakang pekerjaan, kesulitan saat mengakses jabarprov.go.id dan informasi yang paling dibutuhkan.

Hasil voting informasi paling dicari

Dengan kuisoner, harapannya kami bisa mendapatkan insight, informasi apa yang paling dicari oleh pengunjung website. Namun lagi-lagi, tidak se ideal yang kami bayangkan, karena tidak semua participant representative untuk mengungkapkan kesulitan saat mereka mengakses jabarprov.go.id. Dengan jumlah participant yang sedikit, tidak mudah untuk memvalidasi asumsi yang sebelumnya sudah kami rumuskan. 6 dari 14 participant masih belum mengungkapkan kesulitan mereka. 8 dari 14 participant mengungkapkan kesulitan mereka yaitu website yang slow respond, informasi tidak terstruktur dan tidak menemukan informasi yang dicari. Namun sekian banyak data yang kami dapat, fokus kami adalah kesulitan saat mengakses dan informasi yang dibutuhkan pengunjung website.

3. Redesign Specification

Hasil dari problem reframeming kami adalah bagaimana jika informasi yang dicari lebih mudah ditemukan oleh pengunjung website. Setelah divalidasi, ternyata information architecture adalah masalah utama di website jabarporvg.go.id. Berikut adalah kemungkinan solusi untuk menjawab masalah tersebut:

  • Information categorized berdasarkan aspek/sektor
  • Membuat fitur pencarian
Information Categorized dan Fitur Pencarian
  • Membuat shortcut link untuk informasi terpopuler
  • Mempersingkat path navigation bar

Selain dari segi information architecture, kami juga redesign layout di bagian welcoming banner dan layout berita. Hasil riset mengungkapkan jika pengunjung banyak terganggu dengan konten gambar yang terlalu banyak, sehingga terkesan sedikit mengabaikan konten utama, yaitu informasi pelayanan umum.

4. Design

Untuk memenuhi bagian seni dan budaya nya, kami beri sedikit sentuhan illustrasi batik khas Cianjur dan Bandung yang sangat epic, kudos to Evan dan Heru. Proses ilustrasi dan visual design ini memakan waktu yang relatif singkat, yaitu 4 hari dengan kompleksitas dan detail design yang se indah itu.

Batik Ilustration by Pramasandy Evan

Goal kami adalah memanjakan mata visitor sekaligus memperkenalkan budaya batik khas Jawa Barat, tanpa mengurangi fungsi website itu sendiri. Dengan menambahkan polesan ilustrasi batik harapannya website ini tidak hanya unggul secara fungsional namun juga secara estetika. Sentuhan batik ini akan lebih meningkatkan karakter website pemerintahan Jawa Barat dengan website pemerintahan lainnya.

Icon Ilustration by Pramasandy Evan

Iconography juga di rangkai in-content dengan 3 layer warna mengikuti warna utama website, biru-kuning-hijau. Website yang kaya akan icon dan textless merepresentasikan fungsi masing-masing feature dan memberi kesan website yang intuitif dan memanjakan semua kalangan visitor, sesuai prinsip Humane by Design nya Jon Yablonski, Inclusive.

5. Prototype in Test

Mockup dan prototype sudah kami selesaikan dengan detail, namun belum tuntas jika tidak melibatkan user di dalamnya pada tahap akhir iterasi redesign pertama kami. Kami melakukan pengujian prototype dengan mengundang 5 orang partisipan, menyiapkan skenario pengujian, screen recorder juga kamera di sisi depan partisipan dan tidak lupa setting suasana se natural mungkin, agar partisipan lebih represeantative tanpa tekanan dan objektif menilai. Kali ini, kami menggunakan metode Think Aloud, tanpa interupsi, kami memberi kebebasan partisipan untuk berekspresi dan berkomentar apapun yang mereka rasakan saat mengakses website versi lama kemudian dilanjutkan dengan mencoba skenario yang sama dengan prototype website versi kami.

before-after redesign testing

Kesan pertama partisipan saat mengakses prototype nya adalah: informasi yang akan mereka cari, mudah di-notice. Sehingga tidak perlu berlama-lama untuk mengeksplore setiap navigasi untuk mendapatkan informasi yang akan mereka cari. Kami membuat 3 cara untuk mencari info layanan umum seputar kesehatan, quick link, fitur pencarian, dan nav bar. 3 diantara 5 memilih untuk mencari lewat jalur nav bar, jalur terlama dibandingkan dua cara lainnya. Pelajaran berharga dari pengujian ini adalah.. lagi-lagi tidak boleh berasumsi bahwa apapun feature yang kita sediakan sudah menjawab semua masalah user saat mengakses website. Walaupun proses untuk melakukan satu skenario, menggunakan website versi baru lebih cepat dibandingkan saat mengakses website lama, namun ternyata feature hasil ideation kami tidak disadari oleh partisipan. Ini masalah kecil namun cukup menjadi bahan diskusi untuk melakukan improvement. Asumsi dan ekspetasi kami adalah, fitur pencarian akan menjadi primadona, setidaknya, partisipan melihat Quick link yang tulisannya lebih bold dibanding nav bar. Diawal, kami sangat yakin fitur-fitur baru kami ini sangat membantu, mungkin partisipan juga yakin, hanya saja, mereka tidak “sadar”, kami ingin membantu dengan cara yang lebih cepat. PR kami adalah membuat “bantuan” kami lebih “terlihat”.

The truth untold story behind redesign any product: ternyata mencari root cause permasalahan user itu prioritas utama dibandingkan mencari fitur yang akan mereka butuhkan, karena lagi-lagi… asumsi hanyalah asumsi, butuh validasi jika fitur se canggih apapun ingin digunakan. Cari tau akar permasalahan UX starting with WHY, framing problem dan jangan terlalu cepat untuk memutuskan untuk membuat fitur. Pada case ini, mungkin kita bisa mengadaptasi proses design thinking, dimana proses empati terhadap user sangat berperan untuk validasi masalah hingga ke akar.

Kami hanya ingin memberikan versi terbaik dari apa yang kami bisa lakukan untuk pemerintah, dimulai dari UI/UX, bidang yang kami cintai, hal kecil yang mungkin sering terabaikan oleh banyak website pemerintah Indonesia. Semoga aspirasi kami tersalurkan dan menular. Amin.

--

--

Reni Okta Nia
Reni Okta Nia

Written by Reni Okta Nia

Digital Product Guy | Researcher | Passionately curious in anything

No responses yet